(Foto: thinkstock) |
Akibatnya, orangtua melakukan komunikasi dengan cara yang justru merusak hubungannya dengan si anak. Menurut Dr. Jeffrey Bernstein, psikolog dari Philadelphia dan penulis buku '10 Days to a Less Defiant Child', ada tiga gaya komunikasi orangtua yang tidak disukai anak seperti dilansir Psychology Today, Senin (15/8/2011):
1. Memojokkan dengan rasa bersalah
Biasanya dilakukan dengan cara meminta atau membuat anak merasa berada dalam posisi orangtua atau orang lain dalam situasi tertentu. Orang tua seringkali mencoba membuat anak-anak merasa bersalah atas tindakan atau pikiran mereka. Orang tua yang mengontrol anak-anaknya menggunakan perasaan bersalah ini sebenarnya memiliki risiko mengucilkan anak-anaknya dari mereka sendiri.
Contohnya: Budi (15 tahun) kepergok sedang merokok oleh tetangganya yang kemudian si tetangga melaporkan kepada ibunya. Ibunya menceramahi Budi selama setengah jam dengan pernyataan seperti: "Coba kamu bayangkan betapa malunya Ibu mendengar kasak-kusuk tetangga bilang anak Ibu merokok?" atau "Apa kamu nggak sadar, kamu sudah merusak kepercayaan Ibu sama kamu?".
Cara ini tidak akan berhasil dan justru membuat Budi semakin membuat jarak dengan Ibunya. Yang dibutuhkan Budi sebenarnya hanya dukungan, pemahaman, dan disiplin. Membuat komunikasi dengan bertanya alasan dan kenapa merokok malah membuat si anak biasanya lebih terbuka.
2. Menggunakan Sarkasme atau sindiran
Sindiran adalah mengatakan hal-hal yang berkebalikan dari apa yang sebenarnya ingin dikatakan dan tersirat melalui nada suaranya. Contohnya adalah mengatakan sesuatu seperti: "Pintar sekali kamu" ketika anak melakukan kesalahan atau sesuatu yang buruk.
Sarkasme merupakan hambatan bagi orangtua yang ingin berkomunikasi secara efektif dengan anak-anaknya. Berbicara dengan nada positif dan tidak kasar akan membuat anak lebih respek.
3. Menguliahi
Yaitu ketika orangtua datang dan memberikan ceramah bagaimana seharusnya anaknya melakukan sesuatu, bukan memberikan masukan atau saran. Terlalu mengarahkan dan menyetir justru tidak akan didengar oleh anak-anak, atau bahkan malah membuat si anak melakukan kebalikan dari apa yang orangtua perintahkan.
Orangtua yang mendikte anak-anaknya bagaimana seharusnya memecahkan masalahnya dan mengarahkan bahwa anak-anak tidak memiliki kendali atas kehidupannya sendiri, maka mereka akan kehilangan kepercayaan dari anak-anaknya.
Sumber : Putro Agus Harnowo - detikHealth
No comments:
Post a Comment