Friday, June 10, 2011

Kesaksian Pdt DR Ir Niko Njotorahardjo

Hari Senin, 30 Mei 2011, jam 03.15 subuh, Mama/Ibu saya dipanggil Tuhan. Jam 03.15 adalah jam doanya Mama, selama bertahun-tahun Mama selalu berdoa pada jam tersebut, dan Mama dipanggil pulang oleh Tuhan pada jam doanya. Sekarang Mama sudah bersama Tuhan Yesus di Sorga.
Apa dampaknya Mama kepada saya, gereja ini dan juga kepada bangsa Indonesia?
Pada waktu Mama meninggal, saya ditelpon oleh Pak Timotius Arifin. Dia langsung berkata, “Saya hanya ingin mengucapkan satu kata saja, Mama/Tante itu meninggal dengan ‘merem’.” Dalam bahasa Jawa kata ‘merem’/tutup mata artinya dengan lega, puas atau dengan tenang. Mengapa? Sebab suami, semua anak-anaknya dan cucu-cucunya telah menjadi hamba Tuhan. Kalau saya lihat bagaimana Mama membuat anak-anaknya termasuk cucu dan suaminya menjadi hamba Tuhan; itu luar biasa.
Pada waktu Mama sedang hamil besar dan sayalah yang di dalam kandungannya itu, Mama menghadiri sebuah KKR yang dilayani oleh seorang hamba Tuhan dari luar negeri. Saat itu Mama sudah sungguh-sungguh dengan Tuhan, bahkan Mama yang lebih dulu sungguh-sungguh dengan Tuhan. Ketika diadakan altar call, sambil berjalan ke depan Mama mengelus-elus perutnya yang sudah besar itu sambil berkata, “Tuhan, biar anak yang dikandung saya ini menjadi hamba Tuhan yang besar”. Tetapi tiba-tiba Mama tersentak, merasa salah bicara dan meralat doanya, “Oh tidak Tuhan, bukan hamba Tuhan yang besar, melainkan yang berkenan kepadamu.” Lalu Mama didoakan oleh hamba Tuhan tersebut dan hamba Tuhan itu bernubuat, “Ibu, Tuhan katakan, anak yang dikandung ibu akan menjadi hamba Tuhan yang besar.” Saudara, yang dimaksud ‘besar’ di sini pastilah Tuhannya yang besar. Perkataan hamba Tuhan tersebut disimpan Mama dalam hatinya, dan beliau tahu ada suatu rencana Tuhan yang besar buat saya yang masih dalam kandungan waktu itu.
Kami tiga bersaudara - seharusnya memang 4; tetapi kakak yang pertama meninggal ketika berusia 1 tahun, sehingga kami tinggal bertiga. Namun justru yang pertama menjadi hamba Tuhan adalah adik kami yang bungsu, yaitu Ibu Kristin. Dialah yang mengikuti sekolah Alkitab, sedangkan saya dan adik saya Pak Bernard tidak pernah mengikuti Sekolah Alkitab.
Saya adalah yang terakhir menjadi hamba Tuhan. Saya tahu waktu itu Mama antara sedikit percaya dan tidak percaya kalau saya bisa menjadi hamba Tuhan, karena melihat saya yang terlalu ‘gembira’ (berbeda dengan adik saya, Bernard yang pendiam). Tetapi saya tahu bahwa Mama pasti berpegang kepada nubuatan yang Tuhan berikan melalui hamba Tuhan tersebut. Saya ingat ketika saya menjadi pendeta, teman-teman saya mendengar dan berkata, “Niko jadi hamba Tuhan? Nggak salah?” Sampai begitu, jadi berarti ada pergumulannya.
Biarlah Saudara juga mengetahui bagaimana pergumulan seorang Ibu yang sungguh-sungguh ketika itu. Saya ingat ketika saya masih sekolah, Mama betul-betul memilih sekolah yang tidak bertentangan dengan iman Kristiani. Mama ‘berani’ memindahkan saya ke sekolah yang tidak terkenal, asalkan pendidikannya sesuai dengan iman Kristiani. Itulah Mama!
Ketika suatu waktu, menurut pandangan Mama pergaulan saya kurang baik, maka saya langsung dipindahkan dari Bondowoso ke Malang, bahkan di-kost-kan di rumah pendeta. Tetapi ternyata itulah keberhasilan Mama, sebab saya bertobat dan lahir baru di Malang. Setelah itu, saya masih terus diikuti dan diperhatikan Mama sampai saya dewasa.
Dari hasil doa Mama saya juga, Papa menjadi Pendeta serta menanam gereja pertama kali ketika berumur 69 tahun! (Jadi kalau ada yang berumur 70 tahun itu belum terlambat!) Pada umur 81 tahun Papa dipanggil Tuhan. Selama 12 tahun itu sudah 16 gereja yang ditanamnya. Dan ada sesuatu yang luar biasa yang belum pernah saya kerjakan, yaitu waktu gereja Sawangan ditutup/izinnya dicabut, Papa mengajak para pengerja untuk puasa Ester – 3 hari 3 malam tidak makan dan minum! Saat itu, umur Papa 75 tahun. Saudara tahu apa yang terjadi? Iblis tidak tahan dan izin gereja di Sawangan diterbitkan dan masih ada sampai sekarang. Haleluya!

Source: Warta GBI Jl.Gatot Subroto 

No comments: